Konawe, Mediatajam.com – PT. Astima Konstruksi (Askon) dan PT. Makmur Lestari Primatama (MLP) diduga melakukan berbagai kejahatan pertambangan di Desa Morombo Pantai, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Hal tersebut dibeberkan oleh empat lembaga yakni Himpunan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa (HIPPMA) Konut, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kendar dan SYLVA Indonesia 20/3/19
Aliansi Masyarakat Pemerhati Hukum (AMPUH) Sultra yang tergabung dalam Koalisi Sipil Advokasi Morombo, serta tokoh masyarakat Morombo Pantai.
Sekertaris Umum (Sekum) HIPPMA Konawe utara (konut), Oschar Sumardin mengatakan, sejak 2018 kedua perusahaan itu telah melakukan kegiatan pertambangan yang diduga ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Masempo Dalle tanpa ijin.
“Aktivitas kedua perusahaan itu tidak dilengkapi dengan dokumen RKAB, tidak mempunyai KTT dan tidak ada penempatan jaminan reklamasi, Sehingga aktivitas pertambangan tersebut diduga ilegal,” ungkapnya.
Formatur HMI Cabang Kendari, Sulkarnain juga menyebutkan dalam melakukan pejualan Ore Nickel, PT MLP diduga melakukan pemalsuan asal usul barang, dengan membuat dokumen seolah-olah barang tersebut berasal dari IUP MLP sendiri.
“Jadi PT. MLP membeli ore dari PT. Askon, kemudian melakukan pengapalan dengan menggunakan dokumen IUP PT. MLP.
“Padahal ore nickel itu jelas-jelas berasal dari wilayah IUP PT. MD. Dengan kata lain, MLP dengan sengaja melakukan pemalsuan asal usul barang.
“Dan itu terbukti bahwa 39 kali pengapalan tidak memiliki surat keterangan verifikasi dari ESDM Sultra,” bebernya.
Tak hanya itu, keduanya bahkan melakukan eksploitasi di kawasan hutan negara tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan merupakan tindak pidana kehutanan.
“Hal itu tertuang dalam pasal 50 ayat 3 UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 5 Miliar,” jelas Muh. Andriansyah Sekjen SYLVA Indonesia
Ironisnya lagi, kata salah seorang tokoh masyarakat Morombo Pantai, Wijaya pelabuhan yang digunakan oleh keduanya diduga tidak mempunyai izin pelabuhan khusus.
“Yang mereka gunakan itu pelabuhan rakyat. Bahkan jalan yang digunakan juga merupakan jalan masyarakat,” ucapnya.
Direktur AMPUH Sultra. Hendro mengungkapkan, mulusnya dugaan kejahatan kedua perusahaan tersebut, dikarenakan adanya indikasi pembiaran dari Dinas ESDM, Dinas Kehutanan Sultra, dan Syahbandar Molawe.
“Sudah seharusnya Mabes Polri dan KPK turun melakukan operasi penindakan terhadap kejahatan yang dilakukan kedua perusahaan itu” tutupnya. (Wan)