REMBANG,Mediatajam.Com – Kenaikan harga bahan bakar mesin (BBM) jenis solar non subsidi membuat ribuan neleyan Kab Rembang resah .Pasalnya
akibat kenaikan itu, mereka enggan melaut lantaran apa yang didapat tak sebanding dengan pengeluaran yang ada.
Atas kondisi itu, belasan nelayan yang tergabung dalam asosiasi nelayan Dampo Awang Bangkit menemui DPRD serta pihak terkait di ruang Banggar, Senin (29/10) siang.
Pertemuan itu pastinya mengharapkan dewan maupun instansi pemerintah daerah dapat menyuarakan suara nelayan kepada pemerintah pusat. Supaya jeritan hati nelayan dapat tersampaikan.
Dalam pertemuan itu, Sukarli
Ketua I Asosiasi nelayan Dampo Awang Bangkit mengungkapkan jika di waktu sebelumnya Solar naik akan diumumkan satu atau dua minggu. Namun saat ini BBM naik secara tiba tiba.
“Dan tapi kenapa, kita disuruh membeli solar industri. Terlebih saat ini harga ikan makin anjlok. Serta mau di bawa kemana nelayan ini? Bahkan Solar saat ini seharga Rp. 9.900 yang dulunya Rp. 7.800 ini sangat berat sekali,”kata dia.
Kemudian, ia juga menjabarkan jika saat ini harga ikan makin lemah. Mengingat harga ikan tidak bisa standart seperti halnya sembako lainnya yang ada di pasaran.
“Bahan bakar naik rata rata tak ada yang melaut, tak ada hasil. Misalkan saja, satu kapal dioperasikan oleh 5-10 orang, dan itupun mereka modalnya dari hutang bank. Dulu ikan seharga Rp. 5 ribu, sekarang Rp. 4 ribu, jenis Demang Rp. 5.500 sekarang sekitar Rp. 4.500, sanhat minim sekali,”papar dia.
Dia melanjutkan, pihaknya juga berharap supaya pemerintah tak hanya memikirkan kenaikan BBM kepada masyarakat kecil saja. Melainkan harus memikirkan bagaimana harga ikan bisa membaik.
“Jangan solar tok ke rakyat, kalau bisa harga ikan kasih standar kayak telur gitu. Setidaknya ada standar harga. Yang kena dampaknya kenaikan BBM ini bukan cantrang saja, tapi juga ada nelayan tradisional lainnya misalkan saja, dogol dan sejenisnya,”beber dia.
Sependapat dengan Ketua I, Sekretaris Umum Asosiasi Nelayan Dampo Awang Bangkit Lestari Priyanto pun memberikan tambahannya.
“Kendalanya membeli BBM industri dari sekitar Rp.8 ribu ke Rp. 10 ribu ya jelas kaget merasa keberatan. Sehingga yang ada di lapangan pun sudah mulai ada titik permasalahan. Sebab dengan kenaikan bbm, kecemburuan sosial, mengenai pengurusan surat kapal pun ada. Sebab itu akan mempengaruhi kapal ini akan membeli BBM jenis apa, dapat rekom dari dinas tidak?,”tanya dia saat audiensi.
Sementara itu, Ketua DPRD Rembang Majid Kamil mengutarakan bahwa pihak kepala dinas terkait bisa memantau kondisi ini.
“Supaya kapal kapal mana saja yang boleh membeli BBM subsidi itu yang mana, dan caranya bagaimana, apakah pakai surat atau gimana. Tentunya itu harus dipisakan dan didata,”ungkap dia.
Di suatu sisi Suparman, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rembang mengatakan jika solar subsidi menurut Permen nomor 13/Permen KP /2015 pasal 4 solar subsidi hanya untuk 30 gros ton ke bawah. Namun yang 30 gros ton ke atas harus mennggunakan bbm non subsidi
“Di sana di ataur membeli solar subsidi ada pengendalian pemakaian yakni menggunakan surat rekomendasi. Dan di surat itu menunjukan ukuran kapal,”ujar dia.
Menurutnya, saat ini pengukuran kapal sedang ditertibkan. Dan saat ini proses falidasi sudah hampir 89an persen.
“Falidasi hampir 80an persen. Memang nyatanya gros akte ada perubahan, apa yang tercantum di surat ukur yang lama rata rata berkapasitas lebih kecil dari pengukuran ulang atau baru. Dan ekanisme pembelian, BBM bagi kapal 30 Gros ton ke atas berhubungan langsung dengan cara mendatangkan tangki.
Lalu BBM itu dibawa ke kapal yang pesan yang ada di Tasikagung itu sudah berjalan baik. Solar tidak mengenal apakah indursti atau untuk kapal. Namun yang dikenal ialah subsidi dan non subsidi,”pungkasnya. (Hasan Yahya)