Tajam News

Tuntut Penjelasan Program Larasita ,Warga Jambangan Gruduk Balai Desa

REMBANG,mediatajan.com –  Di tengah gencar gencarnya pemerintah meluncurkan program pembuatan sertifikat secara gratis, terjadi polemik di antara warga dukuh padaran Desa Jambangan Kecamatan Rembang.

Pasalnya, meski angka yang dibayarkan terbilang wajar warga merasa membayar biaya lebih tinggi dari daerah lainnya.

Akibat kondisi itu ratusan warga Desa Jambangan menuntut Pemerintah Desa, serta Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rembang untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi di kantor balai desa setempat Kamis (7/2)

Warga bertanya-tanya kenapa di desa lain ada yang kisaran tarifnya hanya Rp 500 ribu, sedangkan tidak di desa mereka. Pada pertemuan yang digelar sejak pagi hingga siang terungkap sebanyak 190 lebih warga yang mengikuti program sertifikat masal Larasita dengan panitia dari Desa, dikenakan kisaran tarif antara
Rp 1.5 juta hingga Rp. 2 juta rupiah yang dipungut panitia.

Pihak BPN menjelaskan, terkait sertifikat masal program Larasita, para peserta memang harus membayar sejumlah uang kepada panitia.

“Program Larasita seperti di Desa Padaran ini memang dilakukan secara swadaya. Adapun penentuan biayanya dilakukan secara musyawarah oleh Pemerintah Desa dan masyarakat,” beber Atikah, Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Rembang kepada ratusan masyarakat.
Pada pertemuan tersebut juga terungkap, ternyata kecurigaan warga bermula sejak beberapa perwakilan menghadiri pertemuan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang RI di Solo, belum lama ini.
Dalam kegiatan tersebut, ada warga yang diminta naik ke atas panggung yang kebetulan ikut pembuatan sertifikat program Prona, dikenakan tarif antara Rp 400-600 ribu. Warga itu pun kena marah sang pejabat karena masih membayar tinggi.

Kalim, seorang warga Desa Padaran, Rembang mengeluhkan seharusnya warga yang ikut Larasita jangan dicampur aduk dengan warga peserta Prona. Menurutnya akan mengakibatkan kesalahpahaman.

“Saya nggak masalah ada swadaya masyarakat. Tapi ketika pergi di Solo, kok dicampur aduk antara Prona dan Larasita. Untung yang naik panggung nggak yang peserta Larasita, pejabatnya bisa lebih kaget. Lha wong yang Prona kena 400 – 600 ribu saja kena marah. Mbok ya jangan dicampur aduk, “ ungkapnya.

Kepala Desa Padaran, Rembang, Miftahul Huda menjelaskan, masa pendaftaran peserta Larasita memang mepet, sehingga pihaknya harus mengejar waktu.
Pemerintah desa mempersilahkan siapa yang bersedia ikut, sama sekali tidak ada unsur paksaan. Termasuk dalam menentukan nominal Rp 1,5 Juta untuk operasional rapat, pengukuran, maupun pemberkasan.

“Sempat kami ingin menghentikan program tersebut, karena muncul suara minir. Namun akhirnya tetap dilanjutkan, karena warga menghendaki ingin segera mengantongi sertifikat,” bebernya (san)