Tajam News

Antisipasi Saling Klaim Kawasan Lahan , KPH Mantingan Gelar Sosialisasi Penanganan Konflik

REMBANG,mediatajam.com  – Kesatuan Peamangkuan Hutan (KPH) Mantingan mengadakan sosialisasi penanganan dan penyelesaian konflik tenurial baik dalam kawasan hutan maupun luar Kawasan hutan, di kantor KPH Mantingan, Selasa (24/11/2020).

Dalam kegiatan itu dipimpin langsung oleh Wakil Administratur KPH Mantingan Dwi Anggoro Kasih. Sedangkan jajaran kehutanan yang hadir yakni Sumarto Kepala Seksi (Kasi) Pengelolaan Sumber Daya Hutan Dan Perhutanan Sosial Kepala Urusan Teknik Kehutanan (Kaur TK), Mandor Polisi Teritorial (Polter) Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH).

Sedangkan dari kalangan masyarakar turut hadir ialah Isnina Sakdiyah dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pendamping Perhutani Karya Alam lestari (Kalal).

“Pentingnya kaur TK untuk dapat mengetahui dasar hukum tanah-tanah diluar kawasan Hutan itu perlakuannya bagaimana? Ini berkaitan dengan aset-aset Perhutani yang sekarang ini bertebaran dimana-mana,”kata Dwi Anggoro Kasih memulai rapat itu.

Setelah itu, ia pun menjabarkan tindakan yang harus dilaksankan. Mulai dari mendata lahan maupun aset yang ada. Mengingat, kasus saling klaim lahan saat ini marak terjadi. Bahkan berlanjut hingga ke jalur hukum.

“Kita harus mulai mendata semua aset yang dipunyai Perhutani KPH Mantingan. semua aset akan kita data dan bisa kita buat Perjanjian Kerjasama kepada pihak ketiga,”ujar dia.

Tak hanya mendata, pihaknya juga bakal menjabarkan beberapa hal aturan yang nantinya dapat disepakati bersama jika nantinya adanya kerjasama dengan pihak lain yang memang dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

“Agar aset Perhutani tetap menjadi milik Perhutani, tentu kita perlu untuk memberikan pemahaman aturan main untuk mengurus dan mendata aset yang ada sesuai dengan Surat Keputusan Direksi nmor : 145/KPTS/ Dir./H /2020.,”ucapnya.

Di menilai, kepemilikan kembali aset itu tentu akan bertujuan untuk memanfaat. Selain itu, aset tersebut dapat digunakan atau dimanfaatkan dengan aturan yang ada dengan pihak ketiga.

“Sosialisasi Konflik Tenurila mempunyai maksud “ Ungkap Dwi. Yakni ada enam faktor yang meliputi : 1. Mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan pemanfaatan dan penggunaan hutan. 2. Menghindarkan miskomunikasi ataupun salah persepsi antara Perum Perhutani dengan stakeholder. 3.Mendorong proses pembelajaran bagi dan melembagakan sikap tanggung jawab teehadap pilihan keputusan dan kegiatan yang di laksanakan. 4. Mendorong proses pembelajaran bagi masyarakat dan melembagakan sikap tanggung jawab kepada pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakan. 5. Membangun kepercayaan semua pihak (trust building) kepada pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan 6. Membangun kepercayaan semua pihak (trust building) kepada pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan itu yang harus kita jaga saat ini,”urainya menjelaskan rapat itu.

Isnina Sakdiyah dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pendamping Perhutani Karya Alam lestari (Kalal) mengatakan jika saat ini tinggal bagaimana para pejabat di daerah untuk segera mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar hutan dan pengguna tanah –tanah di luar kawasan Perhutani untuk bisa dikerjasamakan dengan Perhutani.

“Banyak aset perhutani yang sekarang ini digunakan masyarakat tapi tanpa ada perjanjian kerjasama. Tentu kami akan tetap memberikan pendampingan dan sosialisasi bahwa tanah yang ditempati oleh masyarakat itu bisa dikerjasamakan,”bebernya.

Dalam pemanfaatan lahan perhutani yang berada di luar kawasan hutan, Isnina pun beranggapan bahwa pihak yang memanfaatkan tersebut ada yang sudah mengetahui dan belum tahu keabsahannya lahan itu.

“Mereka yang menempati tanah di luar kawasan hutan, tahu bahwa itu tanah Perhutani, tapi belum pernah disosialisasi ihwal tanah yang ditempati. mereka mengakui bahwa itu tanah miliknya Perhutani. Nah, seiring berjalannya waktu kami berharap yang menempati tanah-tanah di luar kawasan bisa segera dibuatkan Perjanjian kerja sama dengan pemakai,”paparnya.**SAN