Semarang, Mediatajam. Com_ Sektor pertanian di Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini membutuhkan perhatian lebih, mengingat sektor pertanian merupakan roda penggerak ekonomi yang mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani.
Terlebih lagi Jateng dan DIY merupakan salah satu wilayah penyumbang hasil pertanian untuk konsumsi nasional.
Dilihat dari ketersediaan lahan pertanian di wilayah Jateng dan DIY, Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa luas lahan pertanian di Jateng mencapai 3.254.412 Ha dan 241.113 Ha untuk DIY. Namun lebih dari separuh lahan pertanian yang ada merupakan lahan perkebunan/ladang, dimana wilayah Jateng mencapai 2.262.888 Ha dan DIY mencapai 185.821 Ha. Sedangkan lahan sawah di Jateng hanya 991.524 Ha dan di DIY seluas 55.291 Ha.
Bila lahan yang tersedia ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, dapat dipastikan Jateng dan DIY menjadi penyuplai terbesar kebutuhan pokok pangan nasional atau bahkan sampai ekspor.
Namun pada kenyataannya sektor pertanian belum bisa menjadi seperti yang diharapkan. Selain karena adanya penyempitan lahan dampak dari pembangunan dan perumahan, minat untuk menjadi petani juga mengalami penurunan yang jumlahnya cukup signifikan.
Menurut data BPS tahun 2015, jumlah petani di Jateng mencapai 17,32 juta, namun pada tahun 2016 terjadi penurunan menjadi 17,16 juta. Sementara itu, mengacu data sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) DIY jumlah rumah tangga petani (RTP) di DIY pada 2013 mencapai 495.781 atau menurun dari 2003 yang masih mencapai 574.920.
Menurunnya jumlah petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya minimnya infrastruktur irigasi dan jalan. Kurangnya sarana irigasi seperti waduk/embung penampung air maupun sungai sebagai penyedia air untuk pertanian, otomatis para petani hanya mengandalkan dari air hujan.
Bila musim hujan berakhir, untuk menyuplai kebutuhan air dilahan pertaniaanya, para petani harus mengeluarkan biaya ekstra yakni dengan memompa air dari sumber yang cukup jauh sehingga sering berakibat gagal panen. Bahkan pada musim kemarau lahan dibiarkan begitu saja karena sumber air kering dan petani beralih ke profesi lain yang dianggap lebih menjanjikan.
Demikain juga dengan minimnya jalan penghubung baik ke lahan pertanian maupun ke pasar dan pusat kota. Sulitnya mendapatkan bibit, pupuk dan obat-obatan serta mendistribusikan hasil panen oleh karena kondisi jalan yang tidak memadahi, berdampak kepada perputaran roda perekonomian para petani tidak berjalan secara maksimal.
Pemupukan dan pemberiaan obat-obatan tidak bisa berjalan tepat waktu, sehingga hasil panennyapun menjadi kurang maksimal. Demikian juga saat pasca panen, petani tidak dapat menjual hasil panennya dengan cepat yang akan mendorong para petani terpaksa menjual hasil panennya kepada para tengkulak dengan sistem ijon, yang tidak jarang harganya akan dipermainkan.
Minimnya infrastruktur irigasi dan jalan menyebabkan petani menjadi sulit mendapat keuntungan dan menjadikan kehidupan mereka kurang sejahtera, karena biaya yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Profesi petani dianggap tidak menjanjikan sehingga profesi petani hanya ditekuni oleh para orang tua yang jumlahnya semakin berkurang, sedangkan generasi muda lebih cenderung untuk berprofesi lain yang dianggap lebih menjanjikan.
Menjawab permasalahan tersebut, seiring dengan kebijakan pembangunan pemerintah, TNI bekerjasama dengan pemerintah daerah melaksanakan TMMD. Pada TMMD Reguler 103 tahun 2018 ini, di wilayah Kodam IV/Diponegoro, dilaksnakan secara tersebar di empat wilayah yakni Kodim 0736/Batang, Kodim 0732/Sleman, Kodim 0720/Rembang dan Kodim 0725/Sragen yang salah satu agendanya adalah membangun jalan dengan panjang total 7.598 m dan membangun embung penampung air dengan luas 50 m x 30 m x 4 m.
Jalan yang dibangun tersebut dibagi menjadi tiga kelompok yakni peningkatan jalan makadam menjadi jalan aspal sepanjang 2.200 m, peningkatan dari jalan tanah menjadi jalan corblok sepanjang 2.620 m, dan membangun jalan dari tidak ada menjadi jalan makadam sepanjang 2.778 m. Dengan dibangunnya jalan-jalan khususnya di derah terpencil/pinggiran, kedepan akses dari dan menuju daerah mereka menjadi mudah, distribusi kebutuhan dan hasil pertanian menjadi lancar.
Seperti yang disampaikan Sunardi (51) warga Desa Durenombo Kec. Subah Kab. Batang misalnya, sedari kecil dirinya memiliki impian yaitu akses jalan penghubung menuju pusat pemerintahan desa dapat lebih baik. TMMD telah merealisasikan impiannya warga, pasalnya warga sudah memiliki akses jalan yang layak. Ia dan warga lainya tak perlu memutar dengan jarak 17 kilometer, karena kami bisa menempuh jarak lebih dekat dan bila mau kemana-mana lebih mudah.
Sementara pembangunan embung seluas 50 m x 30 m x 4 m yang berlokasi di Desa Sukorejo Kec. Sambirejo Kab. Sragen nantinya dapat menampung air hingga 6000 m³ yang dapat digunakan untuk mengairi sawah hingga 40 Ha. Dengan demikian kedepan para petani dapat mengolah sawahnya dengan maksimal sehingga hasil pertaniannya meningkat dan para petani menjadi lebih sejahtera. Bahkan selain untuk kebutuhan pertanian, keberadaan embung juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti wisata maupun perikanan yang juga dapat menambah penghasilan warga setempat.
Seperti yang disampaikan Drs. Muhtar Ahmadi dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kab. Sragen didampingi Kepala Desa Sukorejo Bpk. Sukrisno saat meninjau lokasi pembangunan embung beberapa waktu lalu. Bila pembangunan embung ini sudah selesai, akan dijadikan salah satu destinasi wisata desa dan akan menjadi Ikon Kabupaten Sragen.
Rencananya kedepan akan dibangun berbagai wahana yang ramah lingkungan dan area kuliner sehingga nantinya sektor ini akan dapat menambah pemasukan kas dan devisa desa serta dapat mengangkat perekonomian masyarakat desa Sukorejo dan sekitarnya, imbuh Drs. Muhtar Ahmadi.
Dengan TMMD diharapkan mampu mengentaskan problem-problem masyarakat desa/daerah terpencil/pinggiran khususnya di sektor pertanian. Desa pinggiran yang identik dengan kemiskinan kedepan bisa menjadi desa yang mandiri, maju dan sejahtera setara dengan desa di daerah lain. Para generasi muda juga dapat lebih mencitai profesi sebagai petani karena kebutuhan yang paling mendasar adalah pangan, dan itu hanya diperoleh dari sektor pertanian yang berarti profesi petani merupakan salah satu profesi yang sangat menjanjikan.
Selain pembangunan jalan dan embung, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada di desa-desa pinggiran, TMMD juga membangun 20 unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang diperuntukkan masyarakat kurang mampu. Bukan hanya sampai disitu, pembangunan jamban sehat, rehab masjid, pembangunan pos kamling dan pengerjaan GOR, pembangunan talud sepanjang 2.214 serta gorong-gorong sebanyak 5 unit juga dilakukan Satgas TMMD bersama Pemda dan masyarakat yang kesemuannya untuk kenyamanan masyarakat.
Desa-desa yang terdampak program TMMD bukan hanya dibantu pembangunan secara fisik tetapi juga penguatan melalui pembangunan non fisik seperti, pemberian pencerahan tentang wawasan kebangsaan, penyuluhan tentang bahaya Narkoba, pelayanan kesehatan, penyuluhan pertanian, pelatihan pembuatan closed, pelatihan membatik dan berbagai kegiatan lainnya.
Kesemuanya itu diberikan untuk mempersiapkan warganya dalam menghadapi tantangan dan tuntutan masa depan, sehinga bukan hanya mandiri dibidang pertanian namun juga biasa lebih kreatif untuk dapat meningkatkan pendapatan keluarga dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Harapan inilah yang akan diwujudkan TNI dalam memenuhi harapan masyarakat desa pinggiran yang nantinya menjadi cikal bakal negara Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur. Karena bagaimana mungkin masyarakat Indonesia dapat memikirkan bangsa dan negaranya, jikalau memikirkan hidupnya sendiri saja sudah begitu berat.
Demikian juga sebaliknya, bila masyarakat sudah sejahtera dengan sendirinya Indonesia akan menjadi negara yang berdaulat, adil, makmur, aman dan sejahtera.**Pendam / Sef