DEMAK,MEDIATAJAM.COM – Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau corporate social responsibility (CSR) adalah bentuk komitmen dan kepedulian perusahaan, baik di bidang sosial maupun lingkungan, dalam rangka mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di sekitar perusahaan. TJSLP diharapkan bisa menjadi solusi pembantu untuk pemerintah manakala terbentur keterbatasan anggaran.
Pemerintah Kabupaten Demak telah merespon keberadaan CSR sebagai peluang guna menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui regulasi daerah, Perda 1/2016 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) berikut juklak maupun juknisnya melalui Perbup 26/2019 tentang tata kelola penyelenggaraan TJSLP di Kabupaten Demak dan Perbup 54/2023 tentang perubahan atas perbup 26/2019.
Meski regulasi CSR terbilang lengkap sejak tahun 2019, penggalangan dana perusahaan yang ada di kabupaten Demak baru bisa ter-akses remang-remang ke publik pada tahun 2022 melalui website tjslp kab.demak. Website yang seharusnya dapat memberi akses informasi publik tersaji dalam format yang rumit untuk standar masyarakat awam. Informasi mengenai Pengelolaan dana CSR tidak tersaji lengkap.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Demak Misbachatun Ni’amah menolak memberikan keterangan mengenai masalah tersebut dengan alasan sibuk, padahal Bapperida adalah salah satu organisasi perangkat daerah yang tergabung dalam tim fasilitasi Pengelolaan dana TJSLP.
Terkait penyelenggaraan TJSLP di kabupaten Demak, sejumlah komponen civil society menyampaikan beragam tanggapannya kepada tim dari media ini.
Dihubungi melalui ponselnya Ketua DPP Aliansi Tajam, R. Sefrin Ibnu Widiatmoko, SH, M.H menyatakan, regulasi daerah yang mengatur penyelenggaraan TJSLP tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena tidak ada peraturan perundang-undangan di atasnya yang secara spesifik mengamanatkan penyelenggaraan TJSLP wajib dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
“Bahkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, sebagai regulasi penyelenggaraan TJSLP, pun tidak mengamanatkan penyelenggaraan TJSLP oleh pemerintah daerah,” ujarnya Kamis (08/05/25).
Menurut owner SIWA Law Office tersebut, tim fasilitasi sebagai kepanjangan tangan kepala daerah cukup menjalankan fungsi supervisi agar tidak terjadi “over lapping” dengan tupoksi utama mereka dalam organisasi perangkat daerah.
Dirinya juga mengaku khawatir apabila regulasi daerah berubah menjadi alat untuk melegitimasi praktik pungutan atau menjadi converter terhadap berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan.
Potensi Politisasi seperti klaim sepihak dengan mengatasnamakan bantuan berasal dari mereka menjadi hal yang tak luput dari kacamata Sefrin sebagai pegiat sosial. Dia mengajak masyarakat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan TJSLP, untuk menghindari potensi politisasi dalam pengelolaan dana CSR, karena hal ini dapat menyebabkan penyalahgunaan dan tidak tepat sasaran.
Sefrin menyatakan bahwa untuk menjalankan fungsi kontrol sosial, pihaknya merasa perlu meminta informasi dokumen laporan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan TJSLP yang dilakukan tim fasilitasi.
Kritik pedas terhadap penyelenggaraan TJSLP juga disampaikan Divisi Litbang DPW Squad Nusantara Jawa Tengah, Tono Masiran, SE. Ditemui di rumahnya, Kp.Tirtoyudan, Bintoro Demak, pada 8/5, salah satu pegiat sosial senior kota wali ini menyebut bahwa regulasi TJSLP membuka peluang terjadinya “bancakan” dana yang terkumpul dari berbagai perusahaan di Demak.
Tono melihat banyak kegiatan yang tidak relevan bila dimintakan bantuan kepada perusahaan seperti proposal peringatan hari besar dan hari raya keagaman.
“Perda 1/2016 menyiratkan betapa hebatnya tim fasilitasi TJSLP ini, mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan, mereka yang handle. Mengenai bagaimana mekanisme laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan TJSLP, sanksi bila ada pelanggaran yang dilakukan tim fasilitasi tidak diatur dalam regulasi,”ujar dia.
Tono Masiran mengaku siap mengevaluasi transparansi kinerja pemerintah kabupaten Demak terkait penyelenggaraan TJSLP yang menurut dia, indikatornya tidak jelas. Dia bahkan meragukan apakah pemerintah daerah ataupun DPRD memiliki data
perusahaan wajib CSR yang ada di Demak.
Menurut pengamatannya selama ini anggaran CSR tidak dicatat dalam dokumen pemerintah daerah, dan tidak pernah ada transparansi penggunaan dana CSR yang dikelola oleh Tim Fasilitasi kepada publik, transparansi hanya sebatas diantara pihak-pihak terkait dengan pejabat internal saja.
Tupoksi tim fasilitasi pada perbup Demak 26 tahun 2019 menurut Tono juga belum jelas antara perencana, pelaksana, dan
pengawas/evaluator.
Menurutnya sebaiknya pemerintah daerah tidak menjadi pelaksana CSR agar tidak overlapping dengan kegiatan pemerintah yang didanai APBD, pemerintah daerah melalui tim fasilitasi cukup menjalankan fungsi supervisi saja, adapun untuk evaluasi dan pengawasan sebaiknya melibatkan Civil Society. ***GUH/YK