Semarang,mediatajam.com – Gugatan 13 (tiga belas) Sekdes PNS terhadap Bupati Demak terus bergulir di Pengadilan PTUN Semarang. Perkara disidangkan secara terpisah, yaitu perkara No 71/G/2022.PTUN.SMG dan No 72/G/2022/PTUN.SMG. Rabu, 21 Desember 2022, kedua perkara masuk dalam tahap pembuktian tertulis, saksi fakta dan keterangan ahli dari Bupati Demak. Namun Saksi fakta dan ahli dari Bupati Demak tak dapat dihadirkan.
Sukarman,S.H.,M.H koordinator tim hukum dari Karman Sastro & Partner menuturkan, hari ini kita memasukkan tambahan bukti tertulis. Ada 12 Alat bukti yang kita masukkan. Beberapa diantaranya adalah Surat No 449.1/285/2022 dari Puskesmas Gajah II. Surat ini tegas membuktikan jika Puskesmas tidak membutuhkan SDM ataupun mengajukan surat permintaan kepada Bupati akan kebutuhan SDM. Jadi kagetlah, jika ada Sekdes PNS dimutasi diinstansi ini, jelasnya.
Karman menambahkan, selain itu kita juga memasukkan alat bukti Surat dari Direktorat Jendral Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri RI, yaitu surat No 140/2501/2018 dan No 141/2201/BPD yang secara subtansinya surat ini berisi tanggapan surat Sekda Demak atas permohonan kepada Mendagri mengenai tanggapan Sekdes PNS yang memasuki usia pensiun.
“Dalam jawabannya, Direktorat Jendral Bina Pemerintahan Desa menilai jika perangkat desa berstatus PNS yang sudah memasuki usia pensiun dan belum genap usia 60 Tahun, maka tetap menjadi Sekdes atau Carik hingga diberhentikan pada usia 60 tahun, jelasnya.
Kedua surat ini jelas dapat diartikan jika Bupati berani melawan Menteri Dalam Negeri. Pemda Demak membuat surat konsultasi, sudah dijawab oleh Mendagri tetapi diabaikan dan tak menggunakan SE Mendagri No 141/3551/SJ/2017 tentang pedoman PNS yang menjabat sekretaris Desa, beber Karman.
Hal senada disampaikan M Farid Aminudin,S.H. Menurutnya, saya habis sidang melakukan inzage atau melihat alat bukti surat yang disampaikan Bupati Demak dalam perkara ini. Ada yang janggal, karena penilaian semua klien kita atau 13 Sekdes PNS semua dinilai subyektif oleh Kepala Desa Buruk Semua. Penilaian dari Kepala Desa juga tidak jelas periode penilaiannya,bahkan terkesan dibuat serentak baru baru ini, semua format penilaian sama, bahkan sampai huruf hurufnya. Membedakan penilaian hanya nama saja, ungkapnya.
Farid menambahkan, penilaian dari Kepala Desa justru kontraproduktif dari Hasil penilaian dari Tim Penilai dari Kecamatan. Mayoritas hasil penilaian klien kita baik semua, diatas nilai 85.
“Parahnya Kepala Desa juga tanda tangan mengetahui dalam penilaian ini. Tapi pada sisi lainnya, kok menilai Buruk Semua. Saya meyakini, penilaian subyektif dari Kepala Desa hanyalah cara menyingkirkan klien kami sebagai Sekdes PNS”, tuturnya. ** Ibnu
Tajam News