Tajam News

SKB Penertiban dan Penindakan Atas Pemanfaatan Tanah Negara di Pelabuhan Rembang Terminal Sluke Dicabut .
Siapa Penanggung Jawab Aktifitasnya ?

Rembang- mediatajam.com – Pemerintah Kabupaten Rembang mencabut surat keputusan bersama ( SKB ) yang bernomor 500/1970/2020 nokor MOU/17/XII/2020 nomor B. 1748/M.3.21/Gs.1/12/2020 dan nomor HK. 008/1/ 13 /UPP.Rbg-2020.

Di mana surat keputusan bersama (SKB) antara BUMD Rembang PT.Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ)
,Polres Rembang , Kejaksaan Negeri Rembang dan KUPP Kelas III Rembang itu tentang penertiban dan penindakan atas pemanfaatan tanah negara di pelabuhan Rembang terminal Sluke (PRTS)

Saat dikonfirmasi media di kantornya, Selasa (29/4/2022) Sekda Rembang Fahrudin membenarkan adanya pencabutan itu.

“Intinya (pencabutan itu, red) ialah setelah ada putusan dari Mahkamah Agung yang intinya adanya gugatan dari PT Bumi Rejo Tirta Kencana (BRTK) Yang mana mempersoalkan terkait masalah hak-hak yang harus diberikan sesuai perjanjian itu. Dan putusan kasasi itu dikabulkan,”katanya.

Ia mengungkapkan bahwa setelah adanya putusan itu, maka pemrintah membuat kebijakan bahwa SKB itu untuk segera ditinjau kembali.

“Setelah ditinjau kembali, selanjutnya akan ditata ulang dalam rangka untuk membuat pelabuhan yang benar-benar dikelola seusai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Mestinya kepelabuhanan itu tanggung jawabnya yakni di Kementrian Perhubungan,”jelasnya.

Ditanya soal apakah saat ini RBSJ tak mengelola pelabuhan Sluke, ia menjabarkan bahwa perushaan milik Pemkab itu dalam aktivitas pengelolaannya bersifat sementara saja.

“RBSJ merupakan suatu BUMD yang ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk sementara saja mengelola. Karena Sebab RBSJ juga disebut di dalam perjanjian itu karena mengeluarkan angaran untuk melakukan reklamasi,”urainya.

Di satu sisi, ia pun mengungkapkan jika nantinya sudah menjadi tanggung jawab Kementrian, maka akan ada beberapa cara dalam pengelolaannya terkait biaya fasilitas yang ada di situ.

“Yang namanya pengelolaan pelabuhan itu beberapa cara. Ada yang melalui Konssesi, pengelolaan dengan pihak tertentu, bersifat khusus. Baik dari kesepakatan investor yang mereklamasi, atau bagaimana. Selain itu.peran pemda juga di situ ada. Sebab saat ini HPL sekarang ini masih atas nama pemda.
HPL Sekarang 8.1 hektar keseluruhan ya ditambah 18 hektar jadi sekitar 24 hektar lebih totalnya,”paparnya.

Sementara untuk saat ini pihaknya juga belum mengundang beberapa pihak yang memang terkait dengan pelabuhan ini.

“Kita belum mengundang, namun masih proses tahapan-tahapan, menyampaikan ke investor bagaimana, rembug dan lainnya. Tebtunya itu ada timnya juga. Sebab untuk melakukan persiapan dalam rangka pelabuhan yang dikelola sesuai ketentuan yang berlaku,”terangnya.

Ia pun menyadari bahwa setelah SKB dicabut akan ada kekosongan aturan untuk segera ditindak lanjuti ke depannya.

“Setelah terjadi kekosongan aturan karena perbup dicabut, SKB dicabut, inikan tanah HPL mau dikemanakan dan diapakan? Nah itu dipersiapkan langkah-langkahnya seperti apa,”ungkapnya.

“Nah itu nanti kita kelola sebagai pelabuhan sesuai ketentuan yang berlaku. Apakah itu pelabuhan pengumpan regional atau nasional kita akan berkoordinasi dengan Kemenhub,”sambungnya.

Sementara itu, Kepala UPP Kelas III Rembang Kementrian Perhubungan Ansori saat diminta tanggapannya soal itu, ia hanya menjawab bahwa akan melaksanakan dengan ketentan aturan yang telah ada dan seuai perundangan-undangan.

“Tentunya diharapkan mendapatkan titik terang yang baik. Sebab pentingnya fungsi pelabuhan Sluke itu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi warga Rembang,”jawabnya.

Ia pun menjabarkan bahwa sesuai dengan pasal 87 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, maka pihaknya akan bertugas secara maksimal.

“Merujuk aturan itu, yakni Unit penyelenggara pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan, menjamin kelancaran arus barang dan menyediakan fasilitas pelabuhan. Sehingga sebagai penyelanggara pelabuhan menjalankan fungsi pemerintahan di pelabuhan secara penuh,”bebernya.

Sementara itu, Direktur PT. Bumi Rejo Tirta Kencana BRTK Budhi Setiawan saat dikonfirmasi soal pencabutan SKB itu, ia pun beranggapan bawa pencabutan itu tidak ada kaitannya dengan gugatan yang ia layangkan ke pemerintah.

“Saya mencari keadilan. Saya sudah diberi keadilan oleh pengadilan (MA). Kalau masalah SKB itu yang bikin pak Bupati dan sekarang dicabut, ya tanya Bupati lagi,”ucapnya.

Ditanya soal materi gugatannya, ia menjabarkan bahwa tugas dari RBSJ soal reklamasi seluas 6.5 hektar sekitar tahun 2007an

“Sudah dilaksanakan (reklamasi, red) dalam perjanjian saya akan diberi HGB di atas HPLnya pemerintah daerah. Saya kan orang umum, nggak ngerti UU, nggak ngerti aturan, tak memahami ya manut saja. Adapun regulasinya ternyata sekarang menjadi berubah ya gimana,”ujarnya.

“Kalau dengan gugatan saya (di MA) tidak ada hubungannya dengan SKB. Dibuat (SKB) ya karepnya sendiri dan dicabut ya karepnya sendiri. Ndak tahu”sambungnya.

Ia pun saat ini mengakui bahwa soal rencana pengelolaan pelabuhan di kementrian perhubungan, akan mengikuti secara aturan yang ada.

“Kalau investor ikut saja. Regulasinya ke mana. Kalau dulu regulasinya kan pemda pemrakarsa, pencetus (reklamasi, red). PT. RBSJ nggandeng investor-investor (untuk reklamasi,”ungkapnya.**HMY