Semarang,mediatajam.cm – Kasus penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (YPUMK), Jawa Tengah akhirnya diungkap Ditreskrimsus Polda Jateng.
Dalam kasus tersebut polisi mengamankan 3 orang tersangka yang melakukan tindak pidana sejak tahun 2012 hingga 2016 hingga mengakibatkan kerugian yayasan sebesar Rp 24 milyar.
“Polda Jateng berhasil mengungkap adanya konspirasi yang menurut kami cukup besar yang terjadi di YPUMK dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 24 milyar pada yayasan,” ungkap Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio dalam Konferensi Pers di Mako Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (24/5/2023).
Ketiga tersangka adalah MA (48) warga Jekulo, Kabupaten Kudus, Z (52) warga Jati Kabupaten Kudus, dan LR (63) warga Gebog, Kabupaten Kudus.
Diketahui, Z dan LR merupakan mantan pegawai YPUMK, sedangkan tersangka MA merupakan orang luar yayasan namun memiliki peran krusial sebagai master mind dalam kasus tersebut.
“Tersangka MA ini walau dirinya bukan orang yayasan, namun berperan mempengaruhi, mengendalikan dan bersama dua tersangka lainnya yang merupakan pengurus YPUMK melakukan konspirasi hingga mengakibatkan kerugian terhadap yayasan,” terangnya.
Diketahui, kasus berawal dari adanya rencana pembentukan Fakultas Kedokteran di Universitas Muria Kudus, dimana terdapat syarat untuk mempunyai Rumah Sakit. Berkaitan dengan hal tersebut dimulailah rencana pendirian sebuah Rumah Sakit di lingkungan YPUMK pada tahun 2012 sampai 2016.
“Modus yang dilakukan ketiganya yaitu memanfaatkan rencana pembangunan Rumah Sakit di lingkungan YPUMK. Namun hingga tahun 2016 progres pembangunannya hanya sebatas tiang pancang. Padahal sejak kurun waktu 2012 hingga 2016 pihak yayasan telah mengeluarkan dana kepada para tersangka guna pembangunan RS tersebut,” jelasnya.
Hingga akhirnya dari hasil audit yang dilakukan oleh pihak YPUMK diketahui selama kurun waktu 2012 hingga 2016 terdapat 44 kali transaksi pengeluaran dana total sebesar Rp 24.679.000.000 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh para tersangka.
Pengeluaran dana tersebut diantaranya melalui pencairan cek milik yayasan, penarikan tunai di bank dari rekening yayasan dan penarikan tunai di kasir yayasan.
Berdasarkan hasil audit tersebut kemudian pada tahun 2020 pihak yayasan membuat laporan ke Polda Jateng. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Jateng yang melakukan serangkaian penyelidikan hingga akhirnya pada bulan April 2022 dibuatkan surat perintah penyidikan untuk menangani kasus tersebut
“Dari hasil penyidikan dan alat bukti yang didapatkan petugas, ternyata dana tersebut dialirkan ke beberapa tempat oleh para tersangka untuk keperluan pribadi mereka. Diantaranya untuk membeli mobil, tanah dan bangunan, bahkan ada yang digunakan untuk penggandaan uang,” jelasnya.
Dana tersebut didapatkan para tersangka dengan cara melakukan konspirasi dan merekayasa berbagai dokumen guna mencairkan dana yayasan tanpa persetujuan pembina yayasan.
Tersangka MA bahkan membuat dokumen legalitas yang isinya seolah-olah membenarkan bahwa pihak yayasan memiliki hutang kepada tersangka MA.
“Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 374 KUH Pidana tentang penggelapan dalam jabatan dengan ancaman maksimal 5 tahun. Selain itu juga dijerat dengan Pasal 3 dan 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun,” tuturnya.
Dirreskrimsus menegaskan bahwa penanganan perkara tersebut telah memasuki Tahap II atau melimpahkan tersangka dan barang bukti ke pihak Kejaksaan Negeri Semarang.**SF/TOM