Semarang,mediatajam.com – Gelombang aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja terjadi di sejumlah daerah. Tak terkecuali kelompok buruh dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang, Jawa Tengah yang turut menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja hari ini, Rabu (7/10) di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jateng.
Sebelumnya massa buruh dan mahasiswa nampak berkumpul di Pintu IV Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dan kawasan Tugurejo sekitar pukul 10.00 WIB. Akibat aksi tersebut arus lalu lintas lumpuh.
Sekira pukul 12.00 WIB, massa bergerak menuju kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Semarang. Sementara itu, suasana penjagaan cukup ketat terlihat di Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah. Ratusan personil aparat termasuk Brimob telah bersiaga.
“Kami amankan penuh jalannya aksi. Kami berharap pendemo bisa juga mematuhi protokol kesehatan dan pastinya tidak anarkis. Jangan merusak fasilitas umum, jangan melempari petugas”, kata Kapolrestabes Semarang Kombes Auliansyah Lubis yang terjun langsung mengamankan di Kantor Gubernur Jateng.
Aksi elemen buruh dan mahasiswa ini karena kecewa dengan sikap DPR dan pemerintah yang mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang. Buruh yakin peraturan tersebut cenderung menguntungkan pengusaha ketimbang hak-hak pekerja.
Aksi unjuk rasa ini akan terus dilakukan hingga 8 Oktober dan bisa terus dilakukan jika massa masih belum puas dengan sikap DPR dan pemerintah.
Di antaranya UMK bersyarat dan dihapuskannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Serikat buruh di Jawa Tengah bersiteguh akan melakukan aksi mogok sebagai bentuk penolakan atas disahkannya omnibus law Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Sementara itu , sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim mengatakan aksi mogok produksi ini akan dilakukan selama dua hari pada 7 dan 8 Oktober 2020.
“Kita akan mulai orasi start jam 7 pagi di dalam perusahaan. Karena kalau turun ke jalan menurut kita tidak efektif untuk menyuarakan (tuntutan). Itu masa-masa kemarin. Semoga bisa menghentikan (ekonomi) kalau kekuatan satu atau dua jam saja sudah bagus.Mrngungat pengamanan yang ketat,” katanya saat dikonfirmasi awakmedia disela-sela aksi.
Menurutnya, persoalan pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.
Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Dia mengaku selama merencanakan aksi mogok tersebut para buruh mendapatkan ancaman dari berbagai pihak agar massa aksi dihentikan.
“Penekanan pengusaha masih kuat. Kalau kami menggelar aksi akan dirapid dan menjalani karantina. Juga tidak akan dibayar upahnya. Ini yang membuat buruh tertekan,” ungkapnya.
Aulia menyebut terdapat tujuh poin paling fundamental dalam UU Cipta Kerja yang dinilai mendegradasi kesejahteraan kaum buruh.*”Sefrin